Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, 13 November 2022

8 Mutiara Hikmah Imam Hatim Al-Asham

8 Mutiara Hikmah Imam Hatim Al-Asham

        Imam Hatim Al-Asham merupakan salah satu ulama dan sufi terkenal pada abad ketiga hijriyah. Beliau berasal dari Khurasan, dan memiliki nama asli Hatim bin Ulwan. Semasa hidupnya, beliau mengabdikan diri menjadi guru untuk masyarakat sekitar. Pintu rumahnya selalu terbuka lebar untuk setiap individu yang ingin berdiskusi dengannya. Beliau wafat pada tahun 237 hijriyah. Sebelum wafat, beliau memberikan beberapa mutiara hikmah kepada para muridnya yang diperoleh semasa hidupnya, yakni:

1. Beliau memperhatikan makhluk yang ada di dunia ini,  yang masing-masing darinya mempunyai  kekasih, dan ingin selalu bersama kekasihnya bahkan hingga ke dalam kuburnya. Namun ketika sudah sampai di kuburnya, kekasihnya justru berpaling darinya. Perasaan kecewa hadir karena kekasihnya tidak lagi dapat bersama masuk ke dalam kuburnya dan berpisah dengannya.

Maka jadikanlah amal kebaikan sebagai kekasih, sebab amal tersebut akan ikut serta masuk ke dalam kubur. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

2. Beliau merenungkan firman Allah, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS.An-Nazi’at: 40-41)

Maka sudah sepatutnya berusaha keras untuk meneguhkan diri dalam menundukkan hawa nafsu, hingga memampukan diri untuk tetap tegar atau tenang diatas ketaatan kepada Allah. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa musuh utama manusia ialah hawa nafsu. Meredam nafsu ialah dengan cara memaksa taat kepada Allah.

3. Beliau memperhatikan manusia, yang masing-masing memiliki sesuatu yang berharga, yang kemudian dijaganya barang tersebut agar tidak hilang. Kemudian beliau membaca firman Allah,  “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl: 96)

Oleh karenanya, jika beliau memiliki sesuatu yang berharga dan bernilai, segera  diserahkannya kepada Allah, agar senantiasa terjaga bersama-Nya.

Seperti halnya mata. Imam Hatim Al-asham menjelaskan bahwasannya menggunakan mata yang berharga ini harus diamalkan sesuai dengan keinginan Allah. Gunakan mata ini untuk menangisi keindahan kehendak Allah, maka akan diganti menjadi benteng yang kokoh seluruh air mata yang dikeluarkannya di surga kelak.

4. Beliau memperhatikan manusia yang masing-masing mereka membanggakan hartanya, pangkatnya dan nasabnya. Kemudian beliau membaca firman Allah,  “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS.Al-Hujurat: 13)

Maka bertakwalah kepada-Nya agar mendapat derajat yang paling mulia. Sesungguhnya harta, pangkat dan nasab hanya bersifat sementara.

5. Beliau memperhatikan manusia dan mereka saling mencela dan mengumpat antara satu dan lainnya. Maka masalah utama manusia adalah sifat dengki. Kemudian beliau membaca firman Allah,  “Kami telah menentukan antara mereka, penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS.Az-Zukhruf: 32)

Maka tinggalkanlah sifat dengki, karena bahwasannya pembagian rezeki itu sudah ditentukan oleh Allah, yang menjadikan manusia tidak patut memusuhi dan iri terhadap sesama.

6. Beliau memperhatikan manusia, lalu terlihatlah mereka  berbuat kedurhakaan dan berperang satu sama lain. Beliau pun membacakan firman Allah,  “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu).” (QS.Fathir: 6)

Maka tinggalkanlah permusuhan diantara manusia, karena barangsiapa yang berbuat demikian, setan tergolong ke dalam teman hidupnya.

7. Beliau memperhatikan manusia, lalu terlihatlah masing-masing diantara mereka memasrahkan jiwanya dalam mencari rezeki. Mereka berpedoman kepada firman Allah, “Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (QS.Hud: 11)

Maka sudah sepatutnya seorang makhluk menyibukkan diri dengan apa yang menjadi hak Allah dan mengenyampingkan hak pribadi atas-Nya.

8. Beliau memperhatikan manusia, maka  dilihatnya masing-masing dari mereka menyerahkan diri kepada selain Allah. Diantaranya menyandarkan hidupnya kepada sawah ladangnya, perniagaannya, hasil karya produksinya, kesehatan badannya ataupun tabungannya. Maka beliau melihat kepada firman Allah: “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan mencukupi (keperluan)-nya.” (QS.Ath-Thalaaq: 3)

Maka serahkanlah seluruh aktivitas hidup hanya kepada Allah. Toh Allah lah yang Maha mencukupi segala keperluan makhluk.

    Imam Hatim Al-Asham memberikan sebuah perumpamaan yang tepat dalam zaman yang kita tempuh ini. Semoga mutiara hikmah yang diberikannya mampu menjauhkan kita dari perumpamaan buruk seorang makhluk dan menjadi solusi bagi kita untuk senantiasa bersikap cerdas dalam memaknai hidup.

Author :  Ismail Fikri Al Bugori & Zalfa Zaidan


Sunday, 23 October 2022

Bijak dalam Menyikapi Kenaikan Harga

 Bijak dalam Menyikapi Kenaikan Harga

   Kenaikan harga barang menjadi sebuah keluhan bagi sebagian manusia yang memang menjadi salah satu karakternya. Apa yang diharapkan manusia tentunya ingin menjalani kehidupan dengan tenang dan nyaman. Sehingga apabila suatu kondisi sulit menimpanya, ia akan merasa sedih, susah, gelisah, bahkan sampai kehilangan ketergantungan dengan sang maha pencipta.

   Fenomena kenaikan harga barang sudah pernah terjadi di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa saat itu pernah terjadi kenaikan harga. Para sahabat pun mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan perihal tersebut. Mereka berkata , “wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur harga barang” mendengar aduan ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab “Sesungguhnya Allah adalah dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, sang pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan dalam urusan darah maupun harta” (HR.Ahmad)

  Peristiwa di atas menjelaskan bagaimana sikap Rasulullah terhadap para sahabat yang sedang melaporkan tentang kenaikan harga. Rasulullah tidak lantas ikut campur dan melakukan penekanan harga barang. Yang beliau lakukan adalah mengingatkan kepada para sahabat tentang takdir Allah dan menunjukkan bahwa Allah lah yang memiliki ketetapan dalam kenaikan harga tersebut. Maka sudah sepantasnya seorang muslim bersikap ridho dalam menerima ketetapan Allah SWT.

   Ada beberapa perilaku yang harus diambil seorang muslim di saat menghadapi kenaikan harga barang, diantaranya :

1. Meningkatkan Ketaqwaan kepada Allah SWT

    Dalam surah al-‘araf ayat 96 Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ 

 "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (Al-'araf : 96)

    Sebagai seorang muslim harus mampu untuk mengkaji dan menganalisa permasalahan sesuai dengan perspektif islam. Sebagaimana ayat di atas dapat dipahami bahwa kemaksiatan akan menimbulkan musibah adapun ketaqwaan akan melahirkan keberkahan. Sehingga apapun kondisi yang terjadi pada saat ini merupakan hasil dari tindakan manusia itu sendiri.

2. Meyakini rezeki yang telah ditetapkan Allah SWT

    Hal penting yang harus diyakini adalah bahwa jatah rezeki yang Allah SWT tetapkan tidak akan bertambah maupun berkurang. Meskipun kenaikan sebuah harga menjulang tinggi, itu sama sekali tidak menggeser jatah rezeki yang telah ditentukan Allah SWT.

     Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزۡقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٖ مَّا يَشَآءُۚ إِنَّهُۥ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرُۢ بَصِيرٞ  

Andaikan Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 27)

3.Qanaah dan Selalu Merasa Cukup

   Yaitu merasa cukup dan mensyukuri apa yang Allah SWT berikan kepadanya. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya merupakan ketetapan-Nya.

Rasulullah SAW bersabda :

أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh amat beruntunglah seorang yang memeluk Islam dan diberi rizki yang cukup serta Allah anugrahkan qana’ah kepadanya terhadap apa yang diberikan Allah.” (HR.Muslim)

  Islam menganjurkan agar harga berbagai macam barang dan jasa harus diserahkan pada mekanisme pasar sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam ajaran Islam pemerintah tidak dibenarkan memihak kepada pembeli dengan mematok harga yang lebih rendah atau memihak pada penjual dengan mematok harga yang lebih tinggi. Wallahu a’lam bish shawab

Author :    Ammatullah El-Qurzt

Sunday, 18 September 2022

Pentingnya Mempelajari Islam di Era Globalisasi

 Pentingnya Mempelajari Islam di Era Globalisasi

    Dengan menguasai sains modern, kita tidak hanya dapat mengembangkan teknologi bagi keselamatan dan kesejahteraan umat manusia, tetapi juga memudahkan kita untuk mengeksplorasi lebih dalam terkait ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al Qur'an. Seiring berkembangnya zaman, mulai dari jaringan internet yang semakin membaik dan dinamika kemajuan teknologi yang saling berkompetisi, sepatutnya memudahkan kita untuk semakin dekat dengan Sang Khaliq.

    Mestinya kita akan lebih mudah menghayati Allah sebagai Yang Awal Tanpa Permulaan, Yang Kekal Tanpa Akhir, karena waktu adalah ciptaan-Nya. Kita menghayati bahwa Allah-lah Yang Maha Kuat dan mampu untuk melemparkan seluruh isi alam semesta dan menariknya kembali serta membinasakan sampai pada ketiadaan, Yang Berkuasa dan menegakkan kekuasaan-Nya sejak awal sampai akhir penciptaan, karena Dia-lah Maha Pencipta waktu, ruang, materi dan energi serta menggariskan Sunnatullah bagi seluruh makhluk-Nya. Dan Begitu seterusnya sepanjang Asmaul Husna yang sempurna dan maha indah di atas semua keindahan yang mampu digambarkan oleh akal fikiran manusia.

    Di era globalisasi yang begitu cepatnya laju teknologi maupun informasi mempunyai pengaruh besar terhadap moral, etika, bahkan kehidupan seorang manusia. Mengglobal nya kebiasaan manusia dalam gaya hidup seperti pola berpakaian, makanan, rekreasi dsb berimplikasi pada kehidupan mereka terkhusus bagi para kalangan kaum muda. Hal demikian terkadang menjadikan nilai nilai islam kurang dipedulikan, kecenderungan untuk bergaya hidup materialisme, konsumerisme dan hedonisme semakin membuat manusia lupa akan kehidupan hakiki yang akan mereka hadapi di akhirat nanti, padahal untuk mewujdukan keselamatan di dunia dan di akhirat kita dituntut untuk selalu mempelajari dan mengamalkan ajaran islam dengan baik.

    Untuk menyelamatkan diri di kehidupan setelah kematian, kita tidak dapat menunggu sampai kita dapat mempelajari hukum-hukum-Nya nanti setelah kita meninggalkan alam fana ini. Sebab sudah terlambat. Setiap insan akan mendapat balasan di akhirat sebagai konsekuensi daripada tindakan-tindakan yang pernah diperbuatnya selama di dunia, entah itu baik maupun buruk.

اَلْيَوْمَ تُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ ۗ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ghafir /40:17)

    Oleh karenanya Allah Yang Maha Penyayang mengutus para Rasul untuk memberikan bimbingan, atas wahyu yang diturunkan-Nya, kepada ummat manusia berupa Al Quran.. Al-Qur'an adalah wahyu yang terjamin keasliannya dari campur tangan tangan-tangan kotor manusia,seperti yang telah kita lihat pada ketepatannya dalam melukiskan penciptaan dan evolusi alam semesta sampai dengan peniadaan nya yang mendapatkan kesaksian daripada sains modern.

وَإِنَّهُ لَتَنزيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ , نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ , عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ.

Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy Syuara/26: 192-194)

    Memang keasliannya dijamin oleh Sang Pencipta. Bila kita mengikuti nya maka kita akan selamat di dunia karena ia mengajarkan dan mengatur hubungan antara makhluk dengan makhluk, dan kita akan selamat di akhirat karena Ia mengajarkan dan mengatur hubungan antara makhluk dengan Al-Khaliq.

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq/95:  5)

    Cendekiawan muslim ialah mereka yang tak pernah berhenti mempelajari isi dan pokok Al-Qur’an. Mengimaninya dalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan mengamalkannya dalam perbuatan. Di era globalisasi yang serba cepat dalam menerima informasi, ia senantiasa mencari kebenaran agar tidak terjerembab dalam fitnah.

Author :

 Ismail Fikri Al Bugori (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem V) & Zalfa Zaidan (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem III)