Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, 17 October 2021

Harkat Seorang Wanita

Harkat Seorang Wanita  

 

          Sejarah membuktikan bahwa perjalanan peradaban seorang wanita mengalami lika-liku yang begitu hebat. Hal itu tampak pada kondisi wanita saat ini yang amat berbeda dengan kondisi wanita di zaman dahulu, terutama di era sebelum datangnya peradaban Islam. Bahkan beberapa tempat di dunia memiliki perlakuan yang berbeda terhadap kaum hawa saat itu.

            Di antara adat istiadat bangsa Arab di zaman jahiliyah, acapkali mereka sangat malu dan merasa hina jika istrinya melahirkan anak perempuan. Kebiasaan yang terjadi pada masa itu, bilamana seorang ibu hendak melahirkan anak, sang bapak telah menyiapkan suatu lubang dalam tanah. Maka jika anak yang dilahirkan itu berjenis perempuan, dengan segera anak tersebut dikubur hidup-hidup, dibenamkan ke dalam tanah, kemudian barulah ia merasa senang. Sebab kebiasaan tersebut  telah menjadi sebuah keyakinan, bahwa mempunyai anak perempuan itu adalah suatu aib bagi bapaknya.

           Hal ini mengidentifikasikan bahwa nilai kehidupan wanita pada saat itu tidak lebih rendah dari pada anak ayam. Sebab, anak ayam setelah menetas pasti akan tetap dibiarkan hidup dan dipelihara oleh pemiliknya. Di mana ia menganggap anak ayam lebih berharga. Sedangkan ketika ditakdirkan Allah SWT untuk memiliki seorang anak perempuan, tidak demikian perlakuannya. Bahkan khalifah Umar bin Khattab ra pernah berkata, “ Demi Allah, di masa jahiliyah kami tidaklah menghargai kaum wanita sepeser pun, hingga baru lah Allah menurunkan firmanNya yang memberikan hak atas mereka dalam beramal”.            

           Pada era yang sama, dalam tradisi suatu agama (baca: selain Islam) kita akan menemukan sebuah tradisi ritual. Di mana seorang istri apabila suaminya meninggal dunia maka ia harus ikut mati bersamanya, dengan dalih sebagai bentuk kesetiaan. Bagaimanakah ini bisa terjadi?, seorang manusia yang masih ingin menghirup udara dalam alam yang luas ini, masih ingin melakukan banyak kebaikan harus mengakhiri kehidupannya. Ini merupakan keniscayaan yang sangat buruk.

            Alhasil, kalau kita merunut kembali kepada lembaran sejarah bangsa-bangsa di seluruh dunia pada zaman dahulu, dan riwayat kedudukan kaum wanita dalam masyarakat pada saat itu, boleh dikatakan sebagian besar mereka memandang kaum wanita itu hina bahkan lebih rendah dari binatang. Perempuan boleh dijual, dibeli, diperdagangkan, boleh dipusakakan, dihadiahkan, boleh dipukul, boleh disiksa, dan lain sebagainya. Hampir seakan-akan wanita adalah tempat untuk berbuat sesuatu sesuka hati. Berjilid-jilid buku telah dikarang banyak ilmuwan tentang kedurjanaan yang dialami wanita pada peradaban terdahulu, tentu tidak cukup tulisan yang amat singkat ini menuliskan keadaan itu secara terperinci.

          Lalu  bagaimanakah harkat seorang wanita dalam agama Islam, agama penuh hikmah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Tentang ini marilah kita renungkan bersama. Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kehormatan seorang wanita, datangnya peradaban Islam menghapus pemahaman-pemahaman di era jahiliyah yang menganggap wanita sebagai kaum rendahan. Pada era ini kehormatan wanita dijunjung, dipelihara, dan dijaga sebagaimana terjaganya sebuah mutiara dalam cangkang.

Dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 97 Allah berfirman, yang artinya :

"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan"

           Dari ayat ini kita bisa mengambil gambaran bahwa Allah SWT tidak membedakan antara seorang laki-laki dan perempuan untuk meraih kesuksesan dan keberhasilan, yang mana syarat utamanya adalah beriman dan melakukan kebajikan.  Paling tidak ada 3 posisi perempuan dalam kehidupan ini, yaitu perempuan selaku anak, istri, dan ibu. Posisi-posisi tersebut dijelaskan secara rinci dalam berbagai ayat Al-Qur’an maupun hadist.             

Berkenaan dengan perempuan selaku anak terdapat sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya :

Siapa yang memiliki anak perempuan, dia tidak membunuhnya dengan dikubur hidup-hidup, tidak menghinanya dan tidak mengutamakan anak laki-laki, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga” (HR. Abu Daud)         

Pada waktu di mana bangsa Arab umumnya masih benci kepada anak perempuan bahkan menjauhkan mereka dari masyarakat ramai, Nabi Muhammad SAW menunjukkan perbuatan yang nyata bagaimana beliau mengasihi dan mencintai anak-anak perempuannya, serta mengajaknya datang ke tempat beribadah. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pandangan masyarakat yang menganggap bahwa memiliki anak perempuan merupakan aib pada saat itu.

Tentang perempuan selaku istri telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187 yang artinya :

mereka (wanita) itu pakaian bagi kamu (lelaki) dan kamu pakaian bagi mereka

            Lantaran suami dan istri amat rapat hubungannya, maka Allah mengumpamakan masing-masing dari mereka sebagai pakaian. Arti pakaian dalam ayat tersebut dapat dimaknai dengan dua hal yaitu untuk menutup aurat dan menampakkan keindahan. Sehingga dalam konteks laki laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri yaitu saling menguatkan dalam menutup keburukan antara mereka dan menampakkan kebaikan yang ada. Sehingga terciptalah masyarakat madani yang didambakan.

Adapun wanita selaku ibu, dalam Islam sangat banyak menjelaskan bagaimana mulianya posisi wanita sebagai ibu. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata,

"Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang (yang layak) aku berbakti kepadanya?" beliau bersabda: "Ibumu." Abu Hurairah bertanya lagi, "Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" beliau menjawab: "Ayahmu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Orang yang lebih dekat, lalu orang yang lebih dekat”  (Hadits Sunan Ibnu Majah No. 3648 - Kitab Adab)

         Berdasarkan hadits tersebut, Rasulullah SAW telah menegaskan kepada umatnya bahwa orang yang paling berhak diperlakukan dengan baik dan dimuliakan adalah seorang ibu. Bahkan beliau mengulanginya hingga 3 kali.

         Demikianlah sunnatullah telah ditetapkan bagi makhluk-Nya, sehingga dapat dikatakan bahwa peran wanita dalam kehidupan ini tidak kalah pentingnya dari peran laki-laki. Kaum laki-laki dan kaum wanita mempunyai perannya masing-masing yang satu sama lainnya tidak dapat digantikan oleh yang lain.

         Tidak ada agama yang paling toleran, mengerti, dan menempatkan kedudukan seorang wanita sebaik-baiknya selain agama Islam. Namun setelah wanita diberikan haknya, diberi keluasan, diberi kesempatan dalam lingkup sosial, mereka terkadang lupa akan fitrahnya. Kini banyak di antara para wanita yang menyemarakkan persamaan, harus merdeka, bebas dari semua ikatan, harus sama tingkatannya dan segala sesuatunya dengan laki laki, tidak mau diperintah suami dengan dalih sebagai kebebasan untuk kebahagiaan semu, karena mereka sudah tidak lagi terikat. Ketahuilah bahwa yang menciptakan kebahagiaan hanyalah Allah SWT dengan berbagai aturan dan koridor-Nya, yang tidak diketahui hakikatnya secara kasat mata. Maka mengapa masih ragu akan ketetapan-Nya?

Author : Akhiqaners