Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday, 25 November 2021

Peran Orang Tua dalam Membangun Peradaban Islam

 

Peran Orang Tua dalam Membangun Peradaban Islam

        Keluarga merupakan pondasi awal memahami agama. Dari sanalah lahir para pemimpin hebat, bibit-bibit unggul dalam memperjuangkan kalimat-kalimat Allah SWT. Peran terbesar dalam keluarga ada pada kaum wanita (ibu). Baik buruknya peradaban suatu bangsa berasal dari baik buruknya para wanita, lantaran ia merupakan pilar peradaban. Karena itulah, Islam mengangkat wanita dalam setiap lini kehidupan sebagai pendidik generasi. Ia merupakan al-Madrasah al-Ula bagi anak-anaknya, mendidik anak-anaknya dengan penuh kesabaran. Walaupun lelah sekalipun ia akan terus berjuang hingga memastikan kelak anaknya berhasil menjadi salah satu penerus pejuang generasi Islam di masa depan. Wanita sholehah merupakan rahim peradaban, sebab dari rahim tersebut muncul lah bibit-bibit unggul seorang pejuang kejayaan Islam. Tak menafikkan pula bahwa laki-laki pun sama dibutuhkannya sebagaimana wanita, saling bekerjasama merealisasikan visi misi dan saling bertukar pemikiran demi menyukseskan sebuah tujuan.

        Mengutip salah satu perkataan ustadz Abdil Bari dalam bukunya yang berjudul “Keluarga Bervisi Surga, ia bertutur, “sebuah keluarga adalah tempat pertama dalam membangun peradaban. Berawal dari peradaban mini yang berbentuk keluarga ini akan tercipta pula masyarakat yang baik, dan masyarakat yang baik akan membentuk negara yang baik, negara yang baik akan membentuk sebuah peradaban yang baik pula. Inilah peradaban yang mampu dibuat oleh generasi-generasi awal kejayaan Islam, peradaban ini jauh berada di atas peradaban-peradaban lain yang pernah ada.”

        Tulisan ini didedikasikan kepada mereka para kaum pelajar yang hingga saat ini masih bertanya-tanya tentang apa tujuan setelah ini?. Setelah menempuh pendidikan panjang ini dan setelah kelulusan nanti, apa rencana setelahnya?. Persiapan seperti apa yang sudah disiapkan?. Tantangan umat Islam saat ini sangat berat, dan sudah semestinya kita sadar sebagai seorang pelajar mempersiapkan diri untuk penerus Islam selanjutnya. Jika Islam berhenti di tangan kita lalu siapa yang akan meneruskan risalah Islam nantinya. Secara tidak langsung kita dituntut untuk terus giat menimba ilmu, menjalankan syaria-syariat Islam yang telah tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dalam sebuah keluarga, jika kita tidak mampu mendidik diri sendiri, lalu bagaimana mendidik anak kita nanti.

        Mengulas sejarah perjalanan para Nabi dan Rasul beserta sahabat-sahabat terdahulu, mereka tidak ada henti-hentinya menyebarkan dakwah Islam. Sebagaimana Nabi Zakaria saat usia tua, ia belum juga dikaruniai seorang anak oleh Allah. Nabi Zakaria khawatir akan tidak adanya generasi penerus sebagai penyambung dakwah, kemudian ia berdo’a pada Allah SWT: "Di sana lah Zakaria berdo’a kepada Tuhannya. Dia berkata, Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa" (QS Ali Imran: 38)

        Nabi Zakaria ikhlas akan ketetapan Allah,  hanya saja ia sangat khawatir siapa nantinya yang akan meneruskan dakwahnya. Hingga turun lah ayat yang menjawab segala kegelisahannya; “Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang sholeh” (QS. Ali Imran: 39)

        Sudahkah kita mencontoh kekhawatiran Nabi Zakaria akan pentingnya penerus dakwah Islam, bukan hanya kekhawatiran akan tidak ada generasi penerus (anak). Mari kita bersama-sama mempersiapkan diri demi keutuhan dan gemilangnya peradaban Islam di masa depan. Semoga kita menjadi salah satu di antara pejuang Islam yang turut andil membela agama Allah SWT.

Author : El_Chansa

 

Tuesday, 9 November 2021

Memaknai "Hari Pahlawan" di Era Sekarang

 Memaknai "Hari Pahlawan" di Era Sekarang


 وَلَا تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوْا فِي سَبِيْلِ الله أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ 

 
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali- Imran : 169)

    Pahlawan adalah sebutan untuk mereka yang berjuang dan berkorban membela kebenaran bagi umat dan bangsa  tanpa imbalan. Pahlawan adalah sebutan untuk mereka yang sudah gugur demi memperjuangkan yang haq dan membasmi yang bathil, namun tetap dikenang dan diingat oleh generasi penerusnya. Pahlawan adalah orang-orang yang dikira sudah mati padahal mereka itu sesungguhnya hidup disisi Allah subhanahu wa ta'ala.

    Ayat di atas menerangkan bahwa hakikat orang-orang yang gugur di jalan Allah itu sesungguhnya hidup di sisi Allah subhanahu wa ta'ala. Dalam kitab “Tafsir Al-Wajiz”, Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah, menuliskan maksud dari ayat di atas “Wahai Nabi dan setiap orang yang mendengar, jangan sampai kamu mengira bahwa orang-orang yang mati syahid di perang Uhud dan perang lainnya itu mati, melainkan mereka itu hidup di alam khusus, yang mana tidak ada yang mengetahui kehidupan di alam itu kecuali Allah SWT. Hal ini disebutkan dalam hadis bahwa ruh para syuhada berada di atas sungai yang berkilau di pintu surga di kubah berwarna hijau. Sesungguhnya mereka di surga itu diberi rezeki dan makan. Nabi mengabarkan hal itu untuk para syuhada Uhud, lalu Allah menurunkan ayat ini (Wa laa tahsabannalladziina qutiluu …)

    Mengenang hari pahlawan yang ditetapkan pada tanggal 10 November 1945, Bangsa Indonesia memperingatinya sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap jasa-jasa para pahlawan  yang telah gugur di medan perang. Peristiwa itu diawali dengan kedatangan tentara Inggris, kelompok sekutu Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang hendak kembali merebut kemerdekaan Bangsa Indonesia di Surabaya. Pertempuran pun terjadi hingga puncaknya ditandai dengan terbunuhnya Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada 30 Oktober 1945. Kematian itu menghasilkan kemarahan Inggris. Pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh pun mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945. Isi ultimatum ini adalah agar Indonesia menyerahkan senjata serta berhenti melawan tentara AFNEI dan administrasi NICA. Isinya juga tentang ancaman bahwa Kota Surabaya akan digempur dari darat, laut, dan udara jika Indonesia tidak mematuhinya. Ultimatum ini tidak diindahkan oleh masyarakat Surabaya, sehingga meletuslah pertempuran pada 10 November 1945 kurang lebih selama tiga minggu.

    Dalam peristiwa 10 November 1945,  umat Islam memiliki peran yang sangat penting untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tentara sekutu. Fatwa Jihad dari para ulama dan kyai  menjadi penggerak rakyat Indonesia untuk berjuang di jalan Allah mempertahankan kemerdekaan dan melawan tentara sekutu. Beberapa ulama dan kyai itu di antaranya adalah KH. Hasyim Asy'ari sebagai pencetus fatwa jihad,  KH. Abbas Buntet Cirebon yang ditugaskan menjadi pimpinan pertempuran, serta KH. Abd Wahab Hasbullah, Bung Tomo, dan  KH. Mas Mansur yang ditugaskan menjadi komandan resimen.  Hingga saat ini yang masih sangat dikenang dan diingat oleh para pejuang dan rakyat Indonesia adalah seruan takbir para pejuang yang dikomandoi oleh Bung Tomo saat pertempuran 10 November “ Kita tunjukken bahwa kita ini benar-benar orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap “Merdeka atau Mati”. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!! Merdeka!!”

    Sebagai generasi penerus bangsa, maka tidak cukup untuk memaknai hari pahlawan ini hanya dengan sebatas mengenang kisah perjuangannya saja. Ada banyak sekali hikmah karakter dan teladan para pahlawan yang dapat ditiru untuk dijadikan sumber inspirasi dalam mengisi kemerdekaan ini. Pada zaman dahulu mungkin generasi muda wajib mengangkat senjata dan bambu runcing untuk berjuang dan mempertahankan kemederkaan. Namun saat ini, generasi muda tidak harus mengangkat senjata dalam meneruskan perjuangan para pahlawan. Melainkan yang utama adalah dengan menjaga persatuan bangsa. Seperti kata Bung Karno  “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

    Di era modern ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan berbagai macam gejolak, mulai dari  menurunnya moral para generasi muda, terpecah belahnya bangsa karena intoleran, banyaknya fitnah dan hoax kepada para alim ulama, dan ditambah lagi dengan keadaan pandemi yang tak kunjung usai. Semua itu akan mudah dihadapi jika bangsa ini bersatu dan membuang jauh-jauh sikap egois yang mementingkan diri sendiri karena hawa nafsu.  Maka pemerintah dan masyarakat harus sadar akan hal ini, siap untuk saling bersinergi, bekerjasama, dan membuat strategi dalam menghadapi tantangan kedepan. Kesadaran dan strategi pun tidak cukup dalam menghadapi tantangan, namun harus dibuktikan dengan perjuangan yang nyata layaknya para pahlawan dahulu yang nyata berjuang untuk bangsa Indonesia.  Wallahu ‘alam. Selamat Hari Pahlawan! Allahu Akbar!

 Author : 

Muhammad Aditya Pamungkas (Mahasiswa semester 5 STIQ Ar Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir) dan Aulia Zahra (Mahasiswi Semester 3 STIQ ArRahman Prodi Ilmu Hadits)