Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, 13 November 2022

8 Mutiara Hikmah Imam Hatim Al-Asham

8 Mutiara Hikmah Imam Hatim Al-Asham

        Imam Hatim Al-Asham merupakan salah satu ulama dan sufi terkenal pada abad ketiga hijriyah. Beliau berasal dari Khurasan, dan memiliki nama asli Hatim bin Ulwan. Semasa hidupnya, beliau mengabdikan diri menjadi guru untuk masyarakat sekitar. Pintu rumahnya selalu terbuka lebar untuk setiap individu yang ingin berdiskusi dengannya. Beliau wafat pada tahun 237 hijriyah. Sebelum wafat, beliau memberikan beberapa mutiara hikmah kepada para muridnya yang diperoleh semasa hidupnya, yakni:

1. Beliau memperhatikan makhluk yang ada di dunia ini,  yang masing-masing darinya mempunyai  kekasih, dan ingin selalu bersama kekasihnya bahkan hingga ke dalam kuburnya. Namun ketika sudah sampai di kuburnya, kekasihnya justru berpaling darinya. Perasaan kecewa hadir karena kekasihnya tidak lagi dapat bersama masuk ke dalam kuburnya dan berpisah dengannya.

Maka jadikanlah amal kebaikan sebagai kekasih, sebab amal tersebut akan ikut serta masuk ke dalam kubur. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

2. Beliau merenungkan firman Allah, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS.An-Nazi’at: 40-41)

Maka sudah sepatutnya berusaha keras untuk meneguhkan diri dalam menundukkan hawa nafsu, hingga memampukan diri untuk tetap tegar atau tenang diatas ketaatan kepada Allah. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa musuh utama manusia ialah hawa nafsu. Meredam nafsu ialah dengan cara memaksa taat kepada Allah.

3. Beliau memperhatikan manusia, yang masing-masing memiliki sesuatu yang berharga, yang kemudian dijaganya barang tersebut agar tidak hilang. Kemudian beliau membaca firman Allah,  “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl: 96)

Oleh karenanya, jika beliau memiliki sesuatu yang berharga dan bernilai, segera  diserahkannya kepada Allah, agar senantiasa terjaga bersama-Nya.

Seperti halnya mata. Imam Hatim Al-asham menjelaskan bahwasannya menggunakan mata yang berharga ini harus diamalkan sesuai dengan keinginan Allah. Gunakan mata ini untuk menangisi keindahan kehendak Allah, maka akan diganti menjadi benteng yang kokoh seluruh air mata yang dikeluarkannya di surga kelak.

4. Beliau memperhatikan manusia yang masing-masing mereka membanggakan hartanya, pangkatnya dan nasabnya. Kemudian beliau membaca firman Allah,  “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS.Al-Hujurat: 13)

Maka bertakwalah kepada-Nya agar mendapat derajat yang paling mulia. Sesungguhnya harta, pangkat dan nasab hanya bersifat sementara.

5. Beliau memperhatikan manusia dan mereka saling mencela dan mengumpat antara satu dan lainnya. Maka masalah utama manusia adalah sifat dengki. Kemudian beliau membaca firman Allah,  “Kami telah menentukan antara mereka, penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS.Az-Zukhruf: 32)

Maka tinggalkanlah sifat dengki, karena bahwasannya pembagian rezeki itu sudah ditentukan oleh Allah, yang menjadikan manusia tidak patut memusuhi dan iri terhadap sesama.

6. Beliau memperhatikan manusia, lalu terlihatlah mereka  berbuat kedurhakaan dan berperang satu sama lain. Beliau pun membacakan firman Allah,  “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu).” (QS.Fathir: 6)

Maka tinggalkanlah permusuhan diantara manusia, karena barangsiapa yang berbuat demikian, setan tergolong ke dalam teman hidupnya.

7. Beliau memperhatikan manusia, lalu terlihatlah masing-masing diantara mereka memasrahkan jiwanya dalam mencari rezeki. Mereka berpedoman kepada firman Allah, “Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (QS.Hud: 11)

Maka sudah sepatutnya seorang makhluk menyibukkan diri dengan apa yang menjadi hak Allah dan mengenyampingkan hak pribadi atas-Nya.

8. Beliau memperhatikan manusia, maka  dilihatnya masing-masing dari mereka menyerahkan diri kepada selain Allah. Diantaranya menyandarkan hidupnya kepada sawah ladangnya, perniagaannya, hasil karya produksinya, kesehatan badannya ataupun tabungannya. Maka beliau melihat kepada firman Allah: “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan mencukupi (keperluan)-nya.” (QS.Ath-Thalaaq: 3)

Maka serahkanlah seluruh aktivitas hidup hanya kepada Allah. Toh Allah lah yang Maha mencukupi segala keperluan makhluk.

    Imam Hatim Al-Asham memberikan sebuah perumpamaan yang tepat dalam zaman yang kita tempuh ini. Semoga mutiara hikmah yang diberikannya mampu menjauhkan kita dari perumpamaan buruk seorang makhluk dan menjadi solusi bagi kita untuk senantiasa bersikap cerdas dalam memaknai hidup.

Author :  Ismail Fikri Al Bugori & Zalfa Zaidan


Sunday, 23 October 2022

Bijak dalam Menyikapi Kenaikan Harga

 Bijak dalam Menyikapi Kenaikan Harga

   Kenaikan harga barang menjadi sebuah keluhan bagi sebagian manusia yang memang menjadi salah satu karakternya. Apa yang diharapkan manusia tentunya ingin menjalani kehidupan dengan tenang dan nyaman. Sehingga apabila suatu kondisi sulit menimpanya, ia akan merasa sedih, susah, gelisah, bahkan sampai kehilangan ketergantungan dengan sang maha pencipta.

   Fenomena kenaikan harga barang sudah pernah terjadi di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa saat itu pernah terjadi kenaikan harga. Para sahabat pun mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan perihal tersebut. Mereka berkata , “wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur harga barang” mendengar aduan ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab “Sesungguhnya Allah adalah dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, sang pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan dalam urusan darah maupun harta” (HR.Ahmad)

  Peristiwa di atas menjelaskan bagaimana sikap Rasulullah terhadap para sahabat yang sedang melaporkan tentang kenaikan harga. Rasulullah tidak lantas ikut campur dan melakukan penekanan harga barang. Yang beliau lakukan adalah mengingatkan kepada para sahabat tentang takdir Allah dan menunjukkan bahwa Allah lah yang memiliki ketetapan dalam kenaikan harga tersebut. Maka sudah sepantasnya seorang muslim bersikap ridho dalam menerima ketetapan Allah SWT.

   Ada beberapa perilaku yang harus diambil seorang muslim di saat menghadapi kenaikan harga barang, diantaranya :

1. Meningkatkan Ketaqwaan kepada Allah SWT

    Dalam surah al-‘araf ayat 96 Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ 

 "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (Al-'araf : 96)

    Sebagai seorang muslim harus mampu untuk mengkaji dan menganalisa permasalahan sesuai dengan perspektif islam. Sebagaimana ayat di atas dapat dipahami bahwa kemaksiatan akan menimbulkan musibah adapun ketaqwaan akan melahirkan keberkahan. Sehingga apapun kondisi yang terjadi pada saat ini merupakan hasil dari tindakan manusia itu sendiri.

2. Meyakini rezeki yang telah ditetapkan Allah SWT

    Hal penting yang harus diyakini adalah bahwa jatah rezeki yang Allah SWT tetapkan tidak akan bertambah maupun berkurang. Meskipun kenaikan sebuah harga menjulang tinggi, itu sama sekali tidak menggeser jatah rezeki yang telah ditentukan Allah SWT.

     Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزۡقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٖ مَّا يَشَآءُۚ إِنَّهُۥ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرُۢ بَصِيرٞ  

Andaikan Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 27)

3.Qanaah dan Selalu Merasa Cukup

   Yaitu merasa cukup dan mensyukuri apa yang Allah SWT berikan kepadanya. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya merupakan ketetapan-Nya.

Rasulullah SAW bersabda :

أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh amat beruntunglah seorang yang memeluk Islam dan diberi rizki yang cukup serta Allah anugrahkan qana’ah kepadanya terhadap apa yang diberikan Allah.” (HR.Muslim)

  Islam menganjurkan agar harga berbagai macam barang dan jasa harus diserahkan pada mekanisme pasar sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam ajaran Islam pemerintah tidak dibenarkan memihak kepada pembeli dengan mematok harga yang lebih rendah atau memihak pada penjual dengan mematok harga yang lebih tinggi. Wallahu a’lam bish shawab

Author :    Ammatullah El-Qurzt

Sunday, 18 September 2022

Pentingnya Mempelajari Islam di Era Globalisasi

 Pentingnya Mempelajari Islam di Era Globalisasi

    Dengan menguasai sains modern, kita tidak hanya dapat mengembangkan teknologi bagi keselamatan dan kesejahteraan umat manusia, tetapi juga memudahkan kita untuk mengeksplorasi lebih dalam terkait ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al Qur'an. Seiring berkembangnya zaman, mulai dari jaringan internet yang semakin membaik dan dinamika kemajuan teknologi yang saling berkompetisi, sepatutnya memudahkan kita untuk semakin dekat dengan Sang Khaliq.

    Mestinya kita akan lebih mudah menghayati Allah sebagai Yang Awal Tanpa Permulaan, Yang Kekal Tanpa Akhir, karena waktu adalah ciptaan-Nya. Kita menghayati bahwa Allah-lah Yang Maha Kuat dan mampu untuk melemparkan seluruh isi alam semesta dan menariknya kembali serta membinasakan sampai pada ketiadaan, Yang Berkuasa dan menegakkan kekuasaan-Nya sejak awal sampai akhir penciptaan, karena Dia-lah Maha Pencipta waktu, ruang, materi dan energi serta menggariskan Sunnatullah bagi seluruh makhluk-Nya. Dan Begitu seterusnya sepanjang Asmaul Husna yang sempurna dan maha indah di atas semua keindahan yang mampu digambarkan oleh akal fikiran manusia.

    Di era globalisasi yang begitu cepatnya laju teknologi maupun informasi mempunyai pengaruh besar terhadap moral, etika, bahkan kehidupan seorang manusia. Mengglobal nya kebiasaan manusia dalam gaya hidup seperti pola berpakaian, makanan, rekreasi dsb berimplikasi pada kehidupan mereka terkhusus bagi para kalangan kaum muda. Hal demikian terkadang menjadikan nilai nilai islam kurang dipedulikan, kecenderungan untuk bergaya hidup materialisme, konsumerisme dan hedonisme semakin membuat manusia lupa akan kehidupan hakiki yang akan mereka hadapi di akhirat nanti, padahal untuk mewujdukan keselamatan di dunia dan di akhirat kita dituntut untuk selalu mempelajari dan mengamalkan ajaran islam dengan baik.

    Untuk menyelamatkan diri di kehidupan setelah kematian, kita tidak dapat menunggu sampai kita dapat mempelajari hukum-hukum-Nya nanti setelah kita meninggalkan alam fana ini. Sebab sudah terlambat. Setiap insan akan mendapat balasan di akhirat sebagai konsekuensi daripada tindakan-tindakan yang pernah diperbuatnya selama di dunia, entah itu baik maupun buruk.

اَلْيَوْمَ تُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ ۗ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ghafir /40:17)

    Oleh karenanya Allah Yang Maha Penyayang mengutus para Rasul untuk memberikan bimbingan, atas wahyu yang diturunkan-Nya, kepada ummat manusia berupa Al Quran.. Al-Qur'an adalah wahyu yang terjamin keasliannya dari campur tangan tangan-tangan kotor manusia,seperti yang telah kita lihat pada ketepatannya dalam melukiskan penciptaan dan evolusi alam semesta sampai dengan peniadaan nya yang mendapatkan kesaksian daripada sains modern.

وَإِنَّهُ لَتَنزيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ , نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ , عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ.

Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy Syuara/26: 192-194)

    Memang keasliannya dijamin oleh Sang Pencipta. Bila kita mengikuti nya maka kita akan selamat di dunia karena ia mengajarkan dan mengatur hubungan antara makhluk dengan makhluk, dan kita akan selamat di akhirat karena Ia mengajarkan dan mengatur hubungan antara makhluk dengan Al-Khaliq.

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq/95:  5)

    Cendekiawan muslim ialah mereka yang tak pernah berhenti mempelajari isi dan pokok Al-Qur’an. Mengimaninya dalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan mengamalkannya dalam perbuatan. Di era globalisasi yang serba cepat dalam menerima informasi, ia senantiasa mencari kebenaran agar tidak terjerembab dalam fitnah.

Author :

 Ismail Fikri Al Bugori (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem V) & Zalfa Zaidan (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem III)

Friday, 9 September 2022

UNTAIAN Menyelenggarakan Festival Beasiswa Internasional Studi di 7 Negara

 UNTAIAN Menyelenggarakan Festival Beasiswa Internasional Studi di 7 Negara

Universitas Inspirasi Malam Indonesia atau 'UNTAIAN' adalah sebuah Komunitas yang  bergerak fokus mengembangkan minat dan bakat pemuda di Indonesia sebagai upaya merealisasikan bunyi pembukaan UUD 1945 alinea ke- 4 salah satunya adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa"

Sebagai upaya merealisasikan visi dan misinya, maka Universitas Inspirasi Malam Indonesia 'UNTAIAN' Mengadakan kegiatan Webinar Nasional Beasiswa yang bertema “Festival Beasiswa Internasional”. Webinar yang memberikan beragam materi tips dan trik sukses lolos beasiswa internasional di 7 negara yaitu: Australia, Jepang, Thailand, Taiwan, Malaysia, Inggris, dan Korea.

Webinar tersebut berlangsung selama 5 hari, terhitung dari tanggal 31 Agustus 2022 - 4 September 2022  via Zoom Meeting dan diketahui terdapat 100 lebih Peserta yang ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan webinar nasional  tersebut.

Kegiatan Webinar Nasional Beasiswa ini didukung oleh Inspirasi Malam Indonesia dan Rumah Produktif Indonesia serta mediapart diantara lainnya: Indonesia Next Leader, Tadulako Muda dan UKM Jurnalistik STIQ Ar-Rahman. Jalinan kerjasama ini bermanfaat untuk menambah relasi atau hubungan sesama instansi, lembaga, maupun organisasi lainnya. Sehingga menciptakan luasnya jangkauan informasi yang masuk di berbagai platform media.

"Kami lagi mencari pemuda-pemudi luar biasa dari seluruh Indonesia. Skill akan menjadi opsi kesekian karena kami memang berfokus upgrade kapasitas SDM", Kutip Arciv, Rektor Universitas Inspirasi Malam (UNTAIAN).

Untuk info selebihnya bisa cek di IG instagram.com/untaian.ac.id

Thursday, 1 September 2022

Manusia adalah Penulis Kisahnya

 Manusia adalah Penulis Kisahnya

    Hidup ini bagaikan sebuah kisah dalam buku cerita. Setiap orang adalah pemeran utama dalam bukunya tersendiri dan tentu memiliki alur ceritanya masing-masing tuk sampai bab terakhir.  

    Adakalanya kita memang hadir sebagai pemeran pembantu didalam buku cerita orang lain tuk mensukseskan alur cerita bab bukunya. Tapi, kita tetaplah pemeran utama dalam buku cerita kita masing-masing. 

    Kebahagiaan yang diraih olehnya mungkin adalah salah satu bab yang tertulis didalam buku cerita hidupnya sebagai lonjakan tuk memasuki bab selanjutnya. Itulah yang tertulis, lantas kenapa terkadang kita masih saja protes? Seringkali silau dengan pencapaian orang lain, iri dengan alur cerita hidupnya yang Allah tulis.

    Semua telah di tuliskan dan di tetapkan oleh Allah. Di dalam Q.s Al-Furqon Allah SWT berfirman:

الَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا


Artinya: Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat

    Apapun yang terjadi pada diri kita hari ini, kesedihan mendalam yang kita rasakan mungkin memang hal tersebut adalah lonjakan tuk memasuki bab cerita selanjutnya.
Dalam sebuah buku, alur perjalanan dari bab satu ke bab selanjutnya sudah tersusun dengan baik. Ada hal yang nantinya saling berkaitan di bab-bab depan setelahnya.      

    Tuk mencapai ending yang sempurna, diperlukan bab-bab yang sempurna tanpa ada bab yang hilang. Ketenangan jiwa dalam menjalani didapatkan dari keikhlasan hati, keridhoan diri dengan kisah yang telah Allah tetapkan.  

    Kita hanya mengetahui lonjakan-lonjakan yang ada sebagai hal menuju pada bab berikutnya. Tapi tak ada yang tahu, bab mana yang menjadi bagian akhir cerita buku kita. Ending seperti apa yang akan menjadi penutup kisah terakhir buku cerita kita. 

Seperti layaknya teka-teki, tapi bukankah hidup ini memang menyimpan misteri?

Author : El_Chansa

Tuesday, 16 August 2022

Seberapa Pentingkah Mempelajari Bahasa Arab ?

Seberapa Pentingkah Mempelajari Bahasa Arab ?

 


    Berbicara tentang seberapa penting mempelajari bahasa arab tentunya kembali kepada orientasi masing masing, baik untuk keterampilan profesi, akademik ilmiah, memahami agama dengan baik, bahkan ada yang berorientasi ideologis dan ekonomis yakni sebagai media untuk kepentingan orientalisme atau hegemoni sosial, ekonomi dan politik.

    Kita sebagai muslim sejati harus mengetahui betapa pentingnya mempelajari bahasa arab dengan memiliki orientasi yang tepat, yakni dengan mengetahui kemuliaan-kemuliaan yang ada di dalamnya sekaligus tujuan dari kebutuhan seorang muslim kepada agamanya.

    Bekenaan tentang kemuliaan bahasa arab sendiri, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah pernah berkata,

Bahasa Arab adalah bahasa yang paling mulia. Bahasa Rasul yang diutus kepada mereka dan menyampaikan dakwahnya dalam bahasa itu pula. Bahasa yang jelas dan gamblang. Dan renungkanlah bagaimana berkumpulnya keutamaan-keutamaan yang baik ini. Al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, diturunkan melalui malaikat yang paling utama, diturunkan kepada manusia yang paling utama pula, dimasukkan ke dalam bagian tubuh yang paling utama, yaitu hati, untuk disampaikan kepada umat yang paling utama, dengan bahasa yang paling utama dan paling fasih yaitu bahasa Arab yang jelas

     Mempelajari bahasa Arab termasuk sarana penting guna mewujudkan peradaban Islam. Sebab alat komunikasi utama untuk mengantarkan pengetahuan adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan dan bahasa arab adalah bahasa perantara antara Al quran dengan umat muslim. Oleh karena itu hendaknya kita bangga terhadap bahasa arab dan tidak perlu canggung ataupun malu untuk mempelajarinya serta menyebarluaskan penggunaannya. Jangan sampai kita terkecoh dengan kesan modern yang dimunculkan untuk memacu orang agar bisa berlomba lomba mahir berbahasa inggris, jepang, prancis, korea, mandarin, spanyol dll. Meskipun tentunya setiap bahasa memiliki kelebihan masing masing. Tapi yang harus kita pahami adalah bahwa ketika Allah Swt memilih bahasa arab sebagai bahasa Al-Quran, tentu sudah menjadi bukti bahwa bahasa arab adalah bahasa paling utama yang patut kita pelajari. Bukankah kita beribadah kepada Allah menggunakan bahasa arab ? membaca firman-Nya dalam bahasa arab ? dan Sunnah Rasul pun berbahasa arab ? akankah hati kita masih tak tergerak untuk mempelajari bahasa yang paling mulia dan dicintai Allah SWT  ?

Dalam Al-Quran Surat Yusuf ayat ke 2 Allah Swt Berfirman :

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya

Umar bin khattab ra pernah berkata :

تَعَلَّمُوا العَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا مِنْ دِيْنِكُمْ

Pelajarilah Bahasa arab, karena sesungguhnya Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama kalian

    Menguasai bahasa arab merupakan modal utama untuk dapat memahami Al-Quran dan As-sunnah, sehingga kemungkinan besar seorang muslim akan semakin baik dalam mengamalkan syariat agamanya, ketika ia memiliki pemahaman yang baik terhadap Al-Quran yang merupakan kitab panduannya. Begitupula dengan As-sunnah, untuk bisa mencapai pemahaman yang benar dan selamat (dari penyelewengan) membutuhkan bekal yang cukup dalam menguasai bahasa arab. Ketika seseorang muslim menyepelekan dan menggampangkan bahasa arab, yang terjadi adalah lemah dalam memahami agama serta berbagai permasalahan yang ada di dalamnya. Padahal di sisi lain banyak orang yang giat mempelajari bahasa arab untuk tujuan orientalisme, hegemoni politik dan budaya, sungguh sangat disayangkan jika umat Islam sendiri kurang bersemangat dalam mempelajari bahasa arab ini

    Bahasa arab sendiri dikenal dengan bahasa yang kaya makna, memiliki puluhan ribu bahkan jutaan kosakata untuk mengungkapkan jenis, kualitas, dan jumlahnya. Hal itulah yang menjadikan bahasa arab menjadi sangat ringkas dan padat serta mampu menampilkan makna dengan detail tanpa menambah kata lain sebagai keterangan. Sebagaimana kata unta dalam bahasa arab yang mempunyai ratusan bahkan ada yang mengatakan hampir seribu kosa kata yang mengungkapkannya. Misalnya, ibil, ba’iir, jamal, naaqah, ‘isyaar, dhaamir, hiim, budna, dhaail, hafadh, al-fahiyah, miirad, dan tentu saja masih banyak lagi yang belum disebutkan. Di lain itu betapa banyak bahasa yang telah meminjam dari kekayaan bahasa arab dan sastra arab, bahasa Indonesia sendiri banyak menyerap kata kata dari bahasa arab yang terkadang kita sendiri tidak sadar, misalnya kursi, kertas, musyawarah, mahkamah dan masih banyak lagi.

    Oleh karena itu bagi seorang muslim dan terkhusus bagi seorang akademisi yang bergelut dalam bidang Al-Quran, hadist dan lain sebagainya yang masih terkait dengan ilmu keislaman hendak nya ia memberikan perhatian kepada dirinya untuk belajar bahasa arab ini. Sebab bagi seorang pembelajar akan selalu membutuhkan bahasa arab sebagai bahasa pengantarnya untuk bisa memahami isi kitab rujukan yang masih banyak menggunakan bahasa arab, tentunya bagi yang tidak paham bahasa arab akan kesulitan dan hanya bisa mengandalkan kitab terjemahan yang dapat dipastikan sifatnya terbatas. 

Author : Akhiqaners


 

Saturday, 30 July 2022

Cahaya Iman dalam Menilai Takdir Allah SWT

 Cahaya Iman dalam Menilai Takdir Allah SWT

    Rela terhadap ketentuan Allah SWT adalah harapan tertinggi dalam setiap individu muslim. Dengannya ia akan sampai kepada tujuan dan memperoleh surga Rabb-Nya. Seorang insan yang rela dengan ketentuan dan takdir Allah SWT, akan direlakan segala amal-amalannya di akhirat kelak.

    Rela berarti tidak terkejut menghadapi segala urusan dunia. Gembira, tenang, dan mengucapkan alhamdulillah dalam keadaan apa pun. Tingkatan rela yang tertinggi adalah rela terhadap keputusan Allah SWT, yang dengannya rukun iman menjadi sempurna. Tingkatan yang tertinggi tadi adalah satu tingkat di bawah Islam. Iman seorang Mukmin hanya sempurna jika ia rela terhadap keputusan Allah SWT, baik dan buruk.

    Sesungguhnya manusia adalah sempurna dalam keterbatasannya. Maka dari itu, kebahagiaan tertinggi adalah ketika seorang insan mampu memutarbalik kesombongan diri. Mampu pula menangis ketika menerima anugerah Allah SWT, serta mampu tertawa ketika mendapat cobaan-Nya. Keterbatasan manusia menunjukkan betapa takdir Allah SWT, baik dan buruknya adalah selalu yang terbaik bagi diri seorang makhluk. Allah SWT tidak pernah menciptakan kesia-siaan dalam segala takdirnya. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍۗ

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al Balad/90: 4)

    Dalam menjalankan kehidupan, setiap insan pasti diberikan sebuah beban sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT. Di samping itu, diberikan pula sebuah impian yang mampu menjadikan seorang insan memiliki sebuah harapan. Dalam meringankan beban dan mencapai impian, seorang insan menempuh jalan keluarnya dengan pola pikir berbeda-beda. Ada yang didasari dengan iman, dan ada pula yang didasari dengan selainnya demi terwujudnya keinginan. Tanpa disadari, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah SWT mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah/2: 216)

    Ayat di atas merupakan kaidah agung, kaidah yang memiliki hubungan erat dengan salah satu prinsip keimanan, yaitu iman kepada Qadha dan Qodar. Menjelaskan secara rinci bahwa setiap musibah dan peristiwa yang menimpa setiap individu manusia telah ditentukan oleh Allah SWT. Bahkan setiap peristiwa memiliki hikmah yang terkandung nilai-nilai tinggi baik itu peristiwa buruk sekalipun. Karena sesungguhnya buruk bagi seorang makhluk, belum tentu buruk bagi sang Khaliq, begitu pula sebaliknya. Janganlah terperdaya dengan sebuah peristiwa baik pula, karena bisa jadi itu dapat menjadikan kita bumerang di hari kedepannya.

    Segala sesuatu yang terjadi pada seorang muslim akan diterima dengan lapang dada. Karena hal tersebut dianggapnya sebagai sebuah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada setiap hamba. Ujian dan cobaan hadir kepadanya tiada lain disebabkan oleh kecintaan Allah SWT untuk membentuk kesempurnaan diri pada setiap individu muslim dan kesempurnaan nikmat yang diberikan. Maka dari itu yakin dan rela terhadap apa yang ditentukan oleh Allah SWT merupakan bentuk implementasi seorang muslim agar senantiasa tenang dalam menilai sebuah peristiwa dengan didasari dengan keimanan yang tertanam pada dirinya. Percayalah bahwa keputusan Allah SWT adalah yang terbaik bagi setiap makhluk.

فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah SWT menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa/4: 19)

    Seorang muslim patut bertawakal kepada segala pemberian Allah SWT. Namun terkadang dalam menilai sebuah kejadian, sikap tawakal ini sulit hadir dalam hati seorang insan. Buya Yahya dalam tausiyahnya menerangkan bahwa sikap tawakal akan senantiasa muncul dalam hati mereka yang senantiasa tenang dalam menghadapi segala sesuatu. Dengan hati yang tenang akan terdorong rasa bersyukur, karena dengannya dapat meyakinkan diri bahwa setiap peristiwa yang terjadi adalah bentuk kecintaan Allah SWT terhadap seorang hamba. Berbeda dengan seseorang yang tidak tertanam tawakal, selalu berharap diberikan yang terbaik tetapi tak penah puas dengan apa yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.

       Hal ini mestinya menjadi bahan ajaran setiap insan, bahwa setiap hati yang bersih dan tertanam bentuk tawakal akan menjadikannya kuat dalam menerima apapun dan melayakkan seorang insan untuk memohon diberikan sesuatu kepada sang Khaliq. Menjadi bahan renungan kita, sudahkah pantas hamba ini meminta sesuatu kepada-Nya?

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوّٰىۖ وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدٰىۖ

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi; yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya); yang menentukan kadat (masing-masing) dan memberi petunjuk.

       Percayalah bahwa setiap yang kita minta, mohon, dan harapkan kepada Allah SWT itu akan direalisasikan-Nya apabila keikhlasan dan kerelaan terhadap segala ketentuan Allah SWT tertanam dalam benak.

Author :

 Ismail Fikri Al bugori (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem IV) & Zalfa Zaidan (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem II)

Sunday, 24 July 2022

Pribadi Muslimah Terhadap Dirinya


 Pribadi Muslimah Terhadap Dirinya

    Sebagai seorang muslimah sudah semestinya memiliki pribadi sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur'an dan sunnah. Mungkin sering  dijumpai seorang muslimah yang baik akhlaknya, melakukan amalan-amalan sesuai dengan syariat, tetapi lalai dalam hal kebersihan lahiriah. Salah satu bentuknya adalah dengan tidak mengacuhkan aroma kurang sedap dari dirinya. Bahkan sering dijumpai pula seorang muslimah yang amat memperhatikan kebersihan serta kesehatannya, namun lalai akan kewajiban kepada tuhannya.

    Dalam Islam umatnya selalu ditekankan agar menjadi pribadi yang bersih nan sehat. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam setiap kitab fiqh yang selalu diawali dengan bab Thaharah (bersuci). Adapun contoh terkecil dalam berpakaian seperti yang dijelaskan Rasulullah dalam hadisnya, beliau bersabda :

    "Kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Maka, perbaguslah baju-baju kalian dan perbaikilah pelana atau tempat duduk kalian, hingga kalian tampak seperti pribadi khusus di antara orang banyak! Sesungguhnya, Allah tidak menyukai segala perkara dan keadaan yang jelek." (HR. Abu Daud dan Hakim)

    Dalam hadits di atas dapat kita lihat bagaimana Rasulullah menganggap bahwa penampilan yang tidak rapi ataupun kurang pantas untuk dilihat adalah hal yang tidak disukai dalam Islam. Maka, sebagai seorang muslimah tidak boleh mengabaikan diri, baik lahiriah maupun batiniyyah. Seorang yang beriman juga senantiasa memperhatikan bagaimana cara ia berpakaian yang baik dan bersih tanpa harus berlebih-lebihan yang mencerminkan bagaimana peranan pribadinya dalam hidup di dunia. Oleh karena itu kepribadian tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Muslimah sholihah adalah yang mampu menjaga penampilannya serta perhatiannya terhadap tubuh, akal, maupun ruhnya, kemudian memberikan masing-masing haknya secara proporsional, tidak lebih dan tidak kurang.

1. Sikap terhadap tubuhnya

Seorang muslimah hendaknya selalu memelihara tubuhnya dengan pola makan dan minum secara proporsional, tidak lebih dan tidak pula kurang. Ia mengkonsumsi makanan yang memang betul-betul dibutuhkan oleh tubuhnya untuk menjaga Kesehatan dan tidak berlebih lebihan (Israf). Allah SWT berfirman :

"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'raf : 31)

    Seorang muslimah juga terkadang lupa bahwa raganya membutuhkan olahraga secara rutin. Sehingga hendaknya ia senantiasa berupaya untuk selalu berolahraga secara rutin sesuai dengan kondisi tubuhnya, dengan tujuan menjadikan tubuh sehat dan kuat dalam menjalankan kewajiban ibadah kepada Allah Swt.

    Seorang muslimah yang paham akan petunjuk agamanya, pastinya sangat memperhatikan kebersihan badan ataupun pakaiannya. Imam Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai meriwayatkan dari jabir ra, ia berkata, "Rasulullah saw pernah mengunjungi kami. Tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yang memakai baju kotor. Beliaupun bersabda, "Apakah orang ini tidak mendapatkan air untuk membersihkan bajunya?"

    Rasulullah tidak menyukai seseorang yang tampil dengan pakaian kotor di depan umum selama ia masih mampu membersihkannya. Beliau memberikan isyarat kepada seluruh muslim agar berpakaian bersih dan berpenampilan yang baik. Terutama kepada wanita yang sudah seharusnya memiliki perhatian lebih terhadap penampilannya, yakni berpenampilan sederhana, tidak mencolok, tidak berlebihan sehingga mengundang perhatian manusia. Dan seorang Muslimah pasti akan menjadi tinggi kedudukannya ketika ia menjauhi semua urusan yang rendah serta memelihara diri dari segala sesuatu yang memperdaya norma rasa malu.

2. Sikap terhadap akalnya

    Seorang muslimah yang cedas tidak akan melalaikan kesehatan akalnya. Sebab, memelihara akal tidak kalah penting dengan memelihara kesehatan tubuh. Sebagai umat muslim juga diperintahkan untuk menuntut ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang memerintahkan setiap muslim untuk menuntut ilmu :

"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang muslim." (HR. Ibnu Majah)

    Kesibukan seorang muslimah tentunya tidak akan memalingkannya dari belajar. Ia menyadari bahwa belajar adalah sumber pengetahuan bagi akalnya. ia juga paham betul bahwa dirinya adalah poros peradaban yang akan mendidik anak anaknya sebagai generasi penerus bangsa di kemudian hari. 

3. Sikap terhadap ruhnya

    Seorang muslimah yang teguh terhadap ajaran agama tidak lupa membersihkan ruhiahnya dengan cara beribadah, berdzikir dan membaca Al-Qur'an. Ia menunaikan ibadah dengan jiwa yang damai dan tenang. Ia berusaha ketika menunaikan ibadah agar dijauhkan dari rasa tidak senang dan gelisah.

   Melakukan ibadah dengan jiwa yang damai akan memberikan manfaat bagi diri, senantiasa disucikan dari godaan-godaan setan yang akan menjerusmuskan ke dalam kemaksiatan. Wanita muslimah yang bertakwa selalu berupaya menyucikan jiwanya dengan beribadah, berdzikir dan menghadirkan rasa takut kepada Allah, selalu merasa bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya akan selalu diawasi oleh Allah, ia juga meninggalkan apa yang dimurkai oleh Allah dan senantiasa menjalankan apa yang diridhoi oleh-Nya.

    Waspadalah, hindarilah semua hal yang membuat murka Allah SWT sebagaimana yang disebutkan larangannya dalam hadis hadis Nabi, seperti menyerupai pria, berduaan dengan yang bukan muhrim, bepergian dengan lelaki yang bukan muhrim, atau menanggalkan rasa malu yang seharusnya selalu dikenakan oleh seorang Wanita, misalnya melepaskan hijabnya dan melupakan Tuhannya.

    Hal-hal yang terakhir ini merupakan perbuatan perbuatan buruk yang mewariskan komplikasi dalam kalbu yang bersangkutan. Kesempitan dalam dadanya dan kegelapan di dunia dan akhiratnya nanti, meskipun hal tersebut telah menjadi mode masa kini, bahkan melanda pula sebagian kaum muslimat. Sebab itulah nabi menjelaskan bahwa sebaik baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah. Alangkah indahnya apabila setiap Muslimah memperhatikan bagaimana ia harus berpenampilan di hadapan laki laki yang bukan mahram nya. Oleh karenanya setiap wanita bersegeralah untuk memperbaiki diri dan akhlaqnya agar menjadi wanita sholehah.


Author : Julia Anggraeni (Mahasiswi Sem 2 STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir)


Monday, 20 June 2022

Kebaikan dalam Berorganisasi


 Kebaikan dalam Berorganisasi

Allah Swt berfirman :

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ  (المائدة : ۲)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al Maidah : 2)

    Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa sikap tolong menolong yang diperbolehkan dalam Islam adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Adapun tolong menolong dalam hal kemungkaran dan keburukan tidak diperkenankan dalam Islam. Bahkan ayat di atas secara terstruktur berisi perintah untuk saling tolong menolong dalam kebaikan sehingga dapat dipastikan bahwa hal tersebut mengandung banyak manfaat dan keutamaan yang berdampak besar.

    Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, kita selayaknya selalu berusaha agar setiap perbuatan, tindakan, sikap, keputusan dan lain sebagainya mencerminkan sebuah nilai kebaikan yang ujungnya adalah terciptanya sebuah kemaslahatan. Konsep ini perlu dan harus disadari oleh setiap jiwa yang selalu berhubungan langsung dalam kehidupan masyarakat, tentunya tidak ada seorangpun di antara kita yang dapat hidup hanya dengan mengandalkan diri sendiri. Oleh karena itu perlunya belajar berinteraksi sesama manusia dalam hal kebaikan, yakni salah satunya dengan cara berorganisasi.

    Mengutip dari perkataan Ibnu Khaldun yang merupakan sejarawan muslim ternama dan termasuk salah satu tokoh pemikir Islam terbaik di sepanjang masa, pernah mengatakan bahwa hakikatnya manusia adalah makhluk sosial (Al-insanu madaniyyun bit-thab’i). Istilah madani dalam ungkapan tersebut identik dengan makna kota, dan istilah ini juga digunakan untuk organisasi sosial (Al Ijtima’ al-basyari) yang bermakna bahwa manusia membutuhkan orang lain dengan kecenderungannya untuk berkumpul, berdiskusi dan berinteraksi terhadap sesama. Hal tersebut menjadikan syarat esensial sebagai sarana untuk membangun peradaban dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.

    Secara sederhana, organisai dapat diartikan sebagai suatu wadah guna menampung aspirasi, pikiran, serta pendapat dari anggota lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Dengan turut terlibat dalam organisasi, kita dapat berkontribusi menyumbangkan buah fikiran dalam sebuah tindakan untuk membangun sebuah sistem yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan begitu,  akan membantu terwujudnya tradisi keilmuan umat Islam yang benar -benar bertamadun dan berkualitas, serta menegakkan agama Islam yang Allah Swt ridhoi.

Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu pernah berkata :

الحَقُّ بِلَا نِظَامٍ يَغْلِبُهُ البَاطِلُ بِنِظَامٍ


kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir"

    Perkataan ini mengingatkan kita tentang pentingnya beroganisasi, dan sebaliknya suatu kebenaran yang tidak diorganisir melalui langkah-langkah yang kongkrit dan strategi-strategi yang baik akan berdampak pada munculnya kemudharatan yang besar. Maka perkumpulan apapun yang menggunakan identitas Islam sudah seharusnya mengedepankan kemaslahatan umat ini dan tidak mementingkan persaingan tidak sehat antar sesama.

    Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan: “organisasi jika memang sudah banyak tersebar di berbagai negeri Islam dan dibangun dalam rangka memberi bantuan, dan dalam rangka saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa antar sesama muslim, tanpa diselipi dengan hawa nafsu, maka ini sebuah kebaikan dan keberkahan, manfaatnya sangat besar. Adapun jika antar organisasi menyesatkan organisasi yang lain dan saling mencela aktifitas organisasi lain, maka ini bahayanya besar dan fatal akibatnya”

    Demikianlah sedikit penjelasan tentang urgensi tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan pada lingkup organisasi. Semoga bisa menjadi motivasi bagi kita untuk membiasakan diri menolong terhadap sesama.

Author : Akhiqaners


Friday, 28 January 2022

Tuhan Bukan Orang Arab, Tidak Perlu Berdo'a Pakai Bahasa Arab ?

    Sebenarnya pernyataan yang mengatakan “Tuhan bukan orang Arab” terdengar sangat ambigu. Benar tapi salah. Benar, karena Tuhan memang bukan orang. Salah karena mengidentikkan tuhan ke bangsa Arab. Penggunaan kata “orang” itu sendiri menunjukkan eksistensi makhluk. Sedangkan mahluk adalah apa yang diciptakan oleh Tuhan. Maka, mustahil sama antara Pencipta dan yang diciptakan-Nya.

    Seolah-olah mereka memang ingin mengatakan bahwa “Tuhan itu orang, lho.” Sama seperti kita, hanya saja mereka ingin mencari pembenaran kepada kaum muslim lainnya dengan mengubah konteks kalimatnya menjadi “Tuhan bukan orang Arab”. Harusnya kalimat yang tepat adalah “Tuhan bukanlah Makhluk”.

    Kalimat selanjutnya diikuti dengan pernyataan “berdo'a tidak menjadi permasalahan jika tidak menggunakan bahasa Arab”. Memang, berdo'a bebas menggunakan bahasa apa saja sesuai apa yang mereka pahami sebab Islam tak hanya tersebar di bumi Arab saja, melainkan di berbagai negara yang tentunya di setiap negara memiliki bahasanya masing-masing. Hanya saja Allah Swt menurunkan wahyu kepada manusia utusan-Nya yakni Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau adalah orang Arab. Sehingga Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab sebagai petunjuk untuk seluruh umat.

    Hal senada dikatakan Ustadz Felix Siauw : "Hanya Rasulullah Muhammad itu orang Arab. Hanya Tuhan menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang nyata. Sehingga menjadi Muslim itu wajib belajar bahasa Arab. Bukan untuk jadi orang Arab, tapi untuk memahami agama”. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.

    Perlu kita ketahui, Islam adalah agama wahyu yang berisikan syariat-syariat Islam, sebagai petunjuk umat manusia hidup di dunia ini. Islam bukanlah agama logika. Ia dibangun atas nash- nash yang kemudian ada di dalam Al-Quran dan Sunnah, sehingga tolok ukur dari sebuah kebenaran di dalam Islam tidaklah bersandar pada akal semata tapi lebih pada penyandaran terhadap dalil-dalil naqli yang ada.

    Islam sendiri memiliki aturan, dan aturan itu termaktub di dalam Al-Qur'an. Islam memiliki role model-nya sendiri yakni Nabi Muhammad SAW. Beliau sebagai teladan yang patut ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja, dalam beribadah kita mengikuti bagaimana cara sholat, rukuk, sujud, termasuk bacaan dalam setiap gerakan shalat. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:

… صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي… [رواه البخارى]

… “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”… [HR Imam Al-Bukhari]

    Kembali lagi, statement “Tuhan bukan orang Arab, tidak perlu berdo’a pakai Bahasa Arab” tersebut harus diluruskan. Jika dasarnya saja tidak diluruskan, takutnya nanti akan muncul pernyataan baru  "Oh berarti boleh dong sholat pakai bahasa Inggris, Indonesia, dan lain-lain" Makin rancu dan bisa saja meragukan Tuhan dan agamanya sendiri.

    Jika semua orang beranggapan demikian, maka Islam sama saja tidak memiliki pendirian. Padahal Islam adalah agama yang menyelamatkan, menyempurnakan dan mendamaikan. Sangat disayangkan, seakan-akan mereka yang mengeluarkan pernyataan demikian merasa memiliki pemahamaan yang lebih sempurna dari Islam. Mereka tidak sadar, bahwa sebenarnya mereka sedang menghancurkan diri mereka sendiri dengan statement dan asumsi-asumsi yang mereka buat sendiri tanpa berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW.

 Author : El_Chansa