Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, 30 July 2022

Cahaya Iman dalam Menilai Takdir Allah SWT

 Cahaya Iman dalam Menilai Takdir Allah SWT

    Rela terhadap ketentuan Allah SWT adalah harapan tertinggi dalam setiap individu muslim. Dengannya ia akan sampai kepada tujuan dan memperoleh surga Rabb-Nya. Seorang insan yang rela dengan ketentuan dan takdir Allah SWT, akan direlakan segala amal-amalannya di akhirat kelak.

    Rela berarti tidak terkejut menghadapi segala urusan dunia. Gembira, tenang, dan mengucapkan alhamdulillah dalam keadaan apa pun. Tingkatan rela yang tertinggi adalah rela terhadap keputusan Allah SWT, yang dengannya rukun iman menjadi sempurna. Tingkatan yang tertinggi tadi adalah satu tingkat di bawah Islam. Iman seorang Mukmin hanya sempurna jika ia rela terhadap keputusan Allah SWT, baik dan buruk.

    Sesungguhnya manusia adalah sempurna dalam keterbatasannya. Maka dari itu, kebahagiaan tertinggi adalah ketika seorang insan mampu memutarbalik kesombongan diri. Mampu pula menangis ketika menerima anugerah Allah SWT, serta mampu tertawa ketika mendapat cobaan-Nya. Keterbatasan manusia menunjukkan betapa takdir Allah SWT, baik dan buruknya adalah selalu yang terbaik bagi diri seorang makhluk. Allah SWT tidak pernah menciptakan kesia-siaan dalam segala takdirnya. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍۗ

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al Balad/90: 4)

    Dalam menjalankan kehidupan, setiap insan pasti diberikan sebuah beban sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT. Di samping itu, diberikan pula sebuah impian yang mampu menjadikan seorang insan memiliki sebuah harapan. Dalam meringankan beban dan mencapai impian, seorang insan menempuh jalan keluarnya dengan pola pikir berbeda-beda. Ada yang didasari dengan iman, dan ada pula yang didasari dengan selainnya demi terwujudnya keinginan. Tanpa disadari, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah SWT mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah/2: 216)

    Ayat di atas merupakan kaidah agung, kaidah yang memiliki hubungan erat dengan salah satu prinsip keimanan, yaitu iman kepada Qadha dan Qodar. Menjelaskan secara rinci bahwa setiap musibah dan peristiwa yang menimpa setiap individu manusia telah ditentukan oleh Allah SWT. Bahkan setiap peristiwa memiliki hikmah yang terkandung nilai-nilai tinggi baik itu peristiwa buruk sekalipun. Karena sesungguhnya buruk bagi seorang makhluk, belum tentu buruk bagi sang Khaliq, begitu pula sebaliknya. Janganlah terperdaya dengan sebuah peristiwa baik pula, karena bisa jadi itu dapat menjadikan kita bumerang di hari kedepannya.

    Segala sesuatu yang terjadi pada seorang muslim akan diterima dengan lapang dada. Karena hal tersebut dianggapnya sebagai sebuah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada setiap hamba. Ujian dan cobaan hadir kepadanya tiada lain disebabkan oleh kecintaan Allah SWT untuk membentuk kesempurnaan diri pada setiap individu muslim dan kesempurnaan nikmat yang diberikan. Maka dari itu yakin dan rela terhadap apa yang ditentukan oleh Allah SWT merupakan bentuk implementasi seorang muslim agar senantiasa tenang dalam menilai sebuah peristiwa dengan didasari dengan keimanan yang tertanam pada dirinya. Percayalah bahwa keputusan Allah SWT adalah yang terbaik bagi setiap makhluk.

فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah SWT menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa/4: 19)

    Seorang muslim patut bertawakal kepada segala pemberian Allah SWT. Namun terkadang dalam menilai sebuah kejadian, sikap tawakal ini sulit hadir dalam hati seorang insan. Buya Yahya dalam tausiyahnya menerangkan bahwa sikap tawakal akan senantiasa muncul dalam hati mereka yang senantiasa tenang dalam menghadapi segala sesuatu. Dengan hati yang tenang akan terdorong rasa bersyukur, karena dengannya dapat meyakinkan diri bahwa setiap peristiwa yang terjadi adalah bentuk kecintaan Allah SWT terhadap seorang hamba. Berbeda dengan seseorang yang tidak tertanam tawakal, selalu berharap diberikan yang terbaik tetapi tak penah puas dengan apa yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.

       Hal ini mestinya menjadi bahan ajaran setiap insan, bahwa setiap hati yang bersih dan tertanam bentuk tawakal akan menjadikannya kuat dalam menerima apapun dan melayakkan seorang insan untuk memohon diberikan sesuatu kepada sang Khaliq. Menjadi bahan renungan kita, sudahkah pantas hamba ini meminta sesuatu kepada-Nya?

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوّٰىۖ وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدٰىۖ

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi; yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya); yang menentukan kadat (masing-masing) dan memberi petunjuk.

       Percayalah bahwa setiap yang kita minta, mohon, dan harapkan kepada Allah SWT itu akan direalisasikan-Nya apabila keikhlasan dan kerelaan terhadap segala ketentuan Allah SWT tertanam dalam benak.

Author :

 Ismail Fikri Al bugori (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem IV) & Zalfa Zaidan (Mahasiswa STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Sem II)

Sunday, 24 July 2022

Pribadi Muslimah Terhadap Dirinya


 Pribadi Muslimah Terhadap Dirinya

    Sebagai seorang muslimah sudah semestinya memiliki pribadi sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur'an dan sunnah. Mungkin sering  dijumpai seorang muslimah yang baik akhlaknya, melakukan amalan-amalan sesuai dengan syariat, tetapi lalai dalam hal kebersihan lahiriah. Salah satu bentuknya adalah dengan tidak mengacuhkan aroma kurang sedap dari dirinya. Bahkan sering dijumpai pula seorang muslimah yang amat memperhatikan kebersihan serta kesehatannya, namun lalai akan kewajiban kepada tuhannya.

    Dalam Islam umatnya selalu ditekankan agar menjadi pribadi yang bersih nan sehat. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam setiap kitab fiqh yang selalu diawali dengan bab Thaharah (bersuci). Adapun contoh terkecil dalam berpakaian seperti yang dijelaskan Rasulullah dalam hadisnya, beliau bersabda :

    "Kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Maka, perbaguslah baju-baju kalian dan perbaikilah pelana atau tempat duduk kalian, hingga kalian tampak seperti pribadi khusus di antara orang banyak! Sesungguhnya, Allah tidak menyukai segala perkara dan keadaan yang jelek." (HR. Abu Daud dan Hakim)

    Dalam hadits di atas dapat kita lihat bagaimana Rasulullah menganggap bahwa penampilan yang tidak rapi ataupun kurang pantas untuk dilihat adalah hal yang tidak disukai dalam Islam. Maka, sebagai seorang muslimah tidak boleh mengabaikan diri, baik lahiriah maupun batiniyyah. Seorang yang beriman juga senantiasa memperhatikan bagaimana cara ia berpakaian yang baik dan bersih tanpa harus berlebih-lebihan yang mencerminkan bagaimana peranan pribadinya dalam hidup di dunia. Oleh karena itu kepribadian tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Muslimah sholihah adalah yang mampu menjaga penampilannya serta perhatiannya terhadap tubuh, akal, maupun ruhnya, kemudian memberikan masing-masing haknya secara proporsional, tidak lebih dan tidak kurang.

1. Sikap terhadap tubuhnya

Seorang muslimah hendaknya selalu memelihara tubuhnya dengan pola makan dan minum secara proporsional, tidak lebih dan tidak pula kurang. Ia mengkonsumsi makanan yang memang betul-betul dibutuhkan oleh tubuhnya untuk menjaga Kesehatan dan tidak berlebih lebihan (Israf). Allah SWT berfirman :

"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'raf : 31)

    Seorang muslimah juga terkadang lupa bahwa raganya membutuhkan olahraga secara rutin. Sehingga hendaknya ia senantiasa berupaya untuk selalu berolahraga secara rutin sesuai dengan kondisi tubuhnya, dengan tujuan menjadikan tubuh sehat dan kuat dalam menjalankan kewajiban ibadah kepada Allah Swt.

    Seorang muslimah yang paham akan petunjuk agamanya, pastinya sangat memperhatikan kebersihan badan ataupun pakaiannya. Imam Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai meriwayatkan dari jabir ra, ia berkata, "Rasulullah saw pernah mengunjungi kami. Tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yang memakai baju kotor. Beliaupun bersabda, "Apakah orang ini tidak mendapatkan air untuk membersihkan bajunya?"

    Rasulullah tidak menyukai seseorang yang tampil dengan pakaian kotor di depan umum selama ia masih mampu membersihkannya. Beliau memberikan isyarat kepada seluruh muslim agar berpakaian bersih dan berpenampilan yang baik. Terutama kepada wanita yang sudah seharusnya memiliki perhatian lebih terhadap penampilannya, yakni berpenampilan sederhana, tidak mencolok, tidak berlebihan sehingga mengundang perhatian manusia. Dan seorang Muslimah pasti akan menjadi tinggi kedudukannya ketika ia menjauhi semua urusan yang rendah serta memelihara diri dari segala sesuatu yang memperdaya norma rasa malu.

2. Sikap terhadap akalnya

    Seorang muslimah yang cedas tidak akan melalaikan kesehatan akalnya. Sebab, memelihara akal tidak kalah penting dengan memelihara kesehatan tubuh. Sebagai umat muslim juga diperintahkan untuk menuntut ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang memerintahkan setiap muslim untuk menuntut ilmu :

"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang muslim." (HR. Ibnu Majah)

    Kesibukan seorang muslimah tentunya tidak akan memalingkannya dari belajar. Ia menyadari bahwa belajar adalah sumber pengetahuan bagi akalnya. ia juga paham betul bahwa dirinya adalah poros peradaban yang akan mendidik anak anaknya sebagai generasi penerus bangsa di kemudian hari. 

3. Sikap terhadap ruhnya

    Seorang muslimah yang teguh terhadap ajaran agama tidak lupa membersihkan ruhiahnya dengan cara beribadah, berdzikir dan membaca Al-Qur'an. Ia menunaikan ibadah dengan jiwa yang damai dan tenang. Ia berusaha ketika menunaikan ibadah agar dijauhkan dari rasa tidak senang dan gelisah.

   Melakukan ibadah dengan jiwa yang damai akan memberikan manfaat bagi diri, senantiasa disucikan dari godaan-godaan setan yang akan menjerusmuskan ke dalam kemaksiatan. Wanita muslimah yang bertakwa selalu berupaya menyucikan jiwanya dengan beribadah, berdzikir dan menghadirkan rasa takut kepada Allah, selalu merasa bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya akan selalu diawasi oleh Allah, ia juga meninggalkan apa yang dimurkai oleh Allah dan senantiasa menjalankan apa yang diridhoi oleh-Nya.

    Waspadalah, hindarilah semua hal yang membuat murka Allah SWT sebagaimana yang disebutkan larangannya dalam hadis hadis Nabi, seperti menyerupai pria, berduaan dengan yang bukan muhrim, bepergian dengan lelaki yang bukan muhrim, atau menanggalkan rasa malu yang seharusnya selalu dikenakan oleh seorang Wanita, misalnya melepaskan hijabnya dan melupakan Tuhannya.

    Hal-hal yang terakhir ini merupakan perbuatan perbuatan buruk yang mewariskan komplikasi dalam kalbu yang bersangkutan. Kesempitan dalam dadanya dan kegelapan di dunia dan akhiratnya nanti, meskipun hal tersebut telah menjadi mode masa kini, bahkan melanda pula sebagian kaum muslimat. Sebab itulah nabi menjelaskan bahwa sebaik baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah. Alangkah indahnya apabila setiap Muslimah memperhatikan bagaimana ia harus berpenampilan di hadapan laki laki yang bukan mahram nya. Oleh karenanya setiap wanita bersegeralah untuk memperbaiki diri dan akhlaqnya agar menjadi wanita sholehah.


Author : Julia Anggraeni (Mahasiswi Sem 2 STIQ Ar-Rahman Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir)